Contoh Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi (.docx)
Berikut ini adalah Contoh Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi (.docx) - .
BAB I PENDAHULUAN
Akreditasi RS merupakan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang dilakukan dengan membangun sistem dan budaya mutu. Melalui akreditasi RS diharapkan ada perbaikan sistem di RS yang meliputi input, process dan product output (meliputi output dan outcome).
Sebagai dasar dimulainya pembangunan sistem di rumah sakit, diperlukan dokumen yang merupakan regulasi di RS. Regulasi ini sebaiknya diatur dalam bentuk Panduan Tata Naskah Rumah Sakit, yang akan menetapkan ada 2 jenis naskah di RS, yaitu yang merupakan produk hukum (regulasi) dan yang bukan merupakan produk hukum (surat dinas).
Di dalam Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi RS ini yang akan dibahas hanyalah acuan untuk penyusunan regulasi. Hal ini menjadi penting, karena selain sebagai panduan RS dalam menyusun dokumen, RS juga menyiapkan dokumen yang terkait dengan aspek hukum. Dengan telah diterbitkannya Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009, dan telah berlaku efektif sejak tanggal 28 Oktober 2011, maka RS harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam aspek hukum. Aspek hukum tersebut dalam kaitan kewajiban RS untuk memberikan bantuan hukum kepada staf RS maupun karena harus bertanggung jawab secara hukum sesuai ketentuan UU RS.
Pelaksanaan survei akreditasi RS versi 2012 yang dilakukan oleh KARS akan lebih di titik beratkan pada implementasi di RS, yang dilakukan dengan cara :
· Wawancara kepada pasien dan atau keluarganya, serta kepada Pimpinan RS dan atau staf RS.
· On-site observasi terhadap kegiatan pelayanan, maupun untuk melihat bukti secara fisik, baik berupa dokumen maupun fasilitas rumah sakit.
Implementasi tersebut, tentunya harus didasarkan pada regulasi yang telah ditetapkan oleh Pimpinan RS (Kepala/Direktur RS).
Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk membantu RS dalam menyusun dokumen akreditasi, yang juga dalam upaya membangun sistem manajemen RS, maka Komisi Akreditasi Rumah Sakit memandang perlu untuk membuat Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi RS ini.
Tujuan disusunnya Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi adalah:
a. Tersedianya panduan bagi RS dalam penyusunan dokumen yang berbentuk regulasi RS;
b. Tersedianya panduan bagi pembimbing dalam melakukan bimbingan akreditasi;
c. Tersedianya panduan untuk pelatihan surveior akreditasi.
Sasaran dari buku panduan ini adalah pimpinan rumah sakit, pembimbing dan surveior dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
BAB II DOKUMEN AKREDITASI
Yang dimaksud dokumen akreditasi adalah semua dokumen yang harus disiapkan RS dalam pelaksanaan akreditasi RS. Dalam hal ini dokumen dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu dokumen yang merupakan regulasi dan dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Untuk dokumen yang merupakan regulasi, sangat dianjurkan untuk dibuat dalam bentuk Panduan Tata Naskah Rumah Sakit.
Dokumen regulasi di RS, dapat dibedakan menjadi:
1. Regulasi pelayanan RS, yang terdiri dari:
· Kebijakan Pelayanan RS
· Pedoman/Panduan Pelayanan RS
· Standar Prosedur Operasional (SPO)
· Rencana jangka panjang (Renstra, Rencana strategi bisnis, bisnis plan, dll)
· Rencana kerja tahunan (RKA, RBA atau lainnya)
2. Regulasi di unit kerja RS yang terdiri dari:
· Kebijakan Pelayanan RS
· Pedoman/Panduan Pelayanan RS
· Standar Prosedur Operasional (SPO)
· Program (Rencana kerja tahunan unit kerja)
Kebijakan dan pedoman dapat ditetapkan berdasarkan keputusan atau peraturan Direktur sesuai dengan panduan tata naskah di masing – masing RS.
Dokumen sebagai bukti pelaksanaan, terdiri dari:
1. Bukti tertulis kegiatan/rekam kegiatan
2. Dokumen pendukung lainnya : misalnya Ijazah, sertifikat pelatihan, serifikat perijinan, kaliberasi, dll.
Kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur merupakan kelompok dokumen regulasi sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan, dimana kebijakan merupakan regulasi yang tertinggi di RS, kemudian diikuti dengan pedoman/panduan dan kemudian prosedur (SPO). Karena itu untuk menyusun pedoman/panduan harus mengacu pada kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh RS, sedangkan untuk menyusun SPO harus berdasarkan kebijakan dan pedoman/panduan.
Program kerja RS dimulai dengan rencana stratrejik (renstra) untuk selama 5 tahun, yang dijabarkan dalam rencana kerja tahunan (misalnya RKA, RBA atau lainnya). Program kerja termasuk dalam regulasi karena memiliki sifat pengaturan dalam rencana kegiatan beserta anggarannya. Oleh karena itu program kerja selalu dijadikan acuan pada saat dilakukan evaluasi kinerja.
BAB III
KEBIJAKAN DAN PEDOMAN/PANDUAN
3.1 KEBIJAKAN
Kebijakan RS adalah penetapan Direktur/Pimpinan RS pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang mengikat.
Karena kebijakan bersifat garis besar maka untuk penerapan kebijakan tersebut perlu disusun pedoman/panduan dan prosedur sehingga ada kejelasan langkah – langkah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Kebijakan ditetapkan dengan peraturan atau keputusan Direktur/Pimpinan RS. Kebijakan dapat dituangkan dalam pasal-pasal di dalam peraturan/keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari peraturan/keputusan.
Contoh format dokumen untuk Kebijakan adalah format peraturan/keputusan Direktur RS/Pimpinan RS sebagai berikut :
a. Pembukaan
· Judul : Peraturan/Keputusan Direktur RS tentang Kebijakan pelayanan .........
· Nomor : sesuai dengan nomor surat peraturan/keputusan di RS.
· Jabatan pembuat peraturan/keputusan ditulis simetris, diletakkan di tengah margin serta ditulis dengan huruf kapital.
· Konsiderans.
1. Konsiderans Menimbang, memuat uraian singkat tentang pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan/keputusan. Huruf awal kata menimbang ditulis dengan huruf kapital diakhiri dengan tanda baca titik dua (J dan diletakkandi bagian kiri;
2. Konsiderans Mengingat, yang memuat dasar kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan/keputusan tersebut. Peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar hukum adalah peraturan yang tingkatannya sederajat atau lebih tinggi. Konsiderans Mengingat diletakkan di bagian kiri tegak lurus dengan kata menimbang.
b. Diktum
1. Diktum Memutuskan ditulis simetris di tengah, seluruhnya dengan huruf kapital, serta diletakkan di tengah margin;
2. Diktum Menetapkan dicantumkan setelah kata memutuskan disejajarkan ke bawah dengan kata menimbang dan mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua;
3. Nama peraturan/keputusan sesuai dengan judul (kepala), seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.
c. Batang Tubuh
1. Batang tubuh memuat semua substansi peraturan/keputusan yang dirumuskan dalam 10diktum-diktum, misalnya :
KESATU :
KEDUA :
dst
2. Dicantumkan saat berlakunya peraturan/keputusan, perubahan, pembatalan, pencabutan ketentuan, dan peraturan lainnya,dan
3. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran peraturan/keputusan, dan pada halaman terakhir ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan peraturan/keputusan.
d. Kaki
Kaki peraturan/keputusan merupakan bagian akhir substansi peraturan/keputusan yang memuat penanda tangan penetapan peraturan/keputusan, pengundangan peraturan/keputusan yang terdiri
atas tempat dan tanggal penetapan, nama jabatan, tanda tangan pejabat, dan nama lengkap pejabat yang menandatangani.
e. Penandatanganan
Peraturan/Keputusan Direktur/Pimpinan RS ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan RS.
f. Lampiran peraturan/keputusan :
· Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomer peraturan/keputusan.
· Halaman terakhir harus ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan RS .
3.2 PEDOMAN/PANDUAN
Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan hal pokok yang menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan kegiatan. Sedangkan panduan adalah merupakan petunjuk dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya meliputi 1 (satu) kegiatan. Agar pedoman/panduan dapat dimplementasikan dengan baik dan benar, diperlukan pengaturan melalui SPO.
Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman/panduan maka sulit untuk dibuat standar sistematikanya atau format bakunya. Oleh karena itu RS dapat menyusun/membuat sistematika buku pedoman/panduan sesuai kebutuhan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman/panduan ini yaitu :
· Setiap pedoman/panduan harus dilengkapi dengan peraturan/keputusan Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakukan pedoman/panduan tersebut. Bila Direktur/Pimpinan RS diganti, peraturan/keputusan Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakuan pedoman/panduan tidak perlu diganti. Peraturan/Keputusan Direktur/pimpinan RS diganti bila memang ada perubahan dalam pedoman/panduan tersebut.
· Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap 2-3 tahunsekali.
· Bila Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan pedoman/panduan untuk suatu kegiatan/pelayanan tertentu maka RS dalam membuat pedoman/panduan wajib mengacu pada pedoman/panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan tersebut.
· Walaupun format baku sistematika pedoman/panduan tidak ditetapkan, namun ada sistematika yang lazim digunakan sebagai berikut :
a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja :
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum RS
BAB III Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan RS BAB IV Struktur Organisasi RS
BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja BAB VI Uraian Jabatan
BAB VII Tata Hubungan Kerja
BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil BAB IX Kegiatan Orientasi
BAB X Pertemuan/rapat BAB XI Pelaporan
1. Laporan Harian
2. Laporan Bulanan
3. Laporan Tahunan
b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayanan
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Pengaturan Jaga
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN BAB VII KESELAMATAN KERJA BAB VIII PENGENDALIAN MUTU BAB IX PENUTUP
c. Format Panduan Pelayanan RS
BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP BAB III TATA LAKSANA BAB IV DOKUMENTASI
Sistematika panduan pelayanan RS tersebut diatas bukanlah baku tergantung dari materi/isi panduan. Pedoman/panduan yang harus dibuat adalah pedoman/panduan minimal yang harus ada di RS yang di persyaratkan sebagai regulasi yang diminta dalam elemen penilaian.
Bagi rumah sakit yang telah menggunakan e-file tetap harus mempunyai hard copy pedoman/panduan yang dikelola oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit atau
Bagian Sekretariat RS, sedangkan di unit kerja bisa dengan melihat di intranet rumah sakit.
BAB IV PROSEDUR
4.1 BEBERAPA ISTILAH PROSEDUR YANG SERING DIGUNAKAN YAITU :
· Standard Operating Procedure (SOP), istilah ini lazim digunakan namun bukan merupakan istilah baku di Indonesia.
· Standar Prosedur Operasional (SPO), istilah ini digunakan di Undang- undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
· Prosedur tetap (Protap)
· Prosedur kerja
· Prosedur tindakan
· Prosedur penatalaksanaan
· Petunjuk teknis.
Walaupun banyak istilah, namun istilah digunakan adalah SPO karena sesuai dengan yang tercantum di dalam undang-undang. Oleh karena itu untuk selanjutnya istilah yang digunakan di buku panduan ini adalah SPO.
4.2. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan SPO adalah :
Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
4.3. TUJUAN PENYUSUNAN SPO
Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten/ seragam dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
4.4. MANFAAT SPO
· Memenuhi persyaratan standar pelayanan RS/Akreditasi RS.
· Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan.
Contoh:
· Memastikan staf RS memahami bagaimana melaksanakan pekerjaannnya.
SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus, SPO Pemindahan pasien dari tempat tidur ke brandkar.
4.5. FORMAT SPO
1. Format SPO sesuai dengan lampiran Surat Edaran Direktur Pelayanan Medik Spesialistik nomer YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 2001, perihal bentuk SPO.
2. Format mulai diberlakukan 1 Januari 2002.
3. Format merupakan format minimal, format ini dapat diberi tambahan materi misalnya nama penyusun SPO, unit yang memeriksa SPO, dll, namun tidak boleh mengurangi item- item yang ada di SPO .
4. Format SPO sebagai berikut :
NAMA RS DAN LOGO | JUDUL SPO | ||
No. Dokumen | No. Revisi | Halaman | |
SPO | Tanggal terbit | Ditetapkan : Direktur RS | |
PENGERTIAN | | ||
TUJUAN | | ||
KEBIJAKAN | | ||
PROSEDUR | | ||
UNIT TERKAIT | |
Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap di dalam tabel/ kotak adalah : nama RS dan logo, judul SPO, SPO, no dokumen, no revisi, tanggal terbit dan tanda tangan Direktur RS, sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/tabel.
4. 6. Petunjuk Pengisian SPO
a. Kotak Heading: masing-masing kotak (Rumah Sakit, Judul SPO, No. dokumen, No. Revisi, Halaman, Prosedur Tetap, Tanggal terbit, Ditetapkan Direktur) diisi sebagai berikut :
1. Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama kotak heading harus lengkap, untuk halaman-halaman berikutnya kotak heading dapat hanya memuat : Kotak Nama RS, Judul SPO, No. Dokumen, No. Revisi dan Halaman.
2. Kotak RS diberi nama RS dan logo RS (bila RS sudah mempunyai logo).
3. Judul SPO : diberi judul/nama SPO sesuai proses kerjanya.
4. No. Dokumen : diisi sesuai dengan ketentuan penomoran yang berlaku di RS yang bersangkutan, yang dibuat sistematis agar ada keseragaman.
5. No. Revisi : diisi dengan status revisi, dianjurkan menggunakan huruf. Contoh : dokumen baru diberi huruf A, dokumen revisi pertama diberi huruf B dan seterusnya. Tetapi dapat juga dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat diberi nomor 0, sedangkan dokumen revisi pertama diberi nomor 1, dan seterusnya.
6. Halaman: diisi nomor halaman dengan mencantumkan juga total halaman untuk SPO tersebut. Misalnya : halaman pertama: 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman terakhir : 5/5.
7. SPO diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah) yang digunakan RS, misalnya : SPO, prosedur, prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan, prosedur kerja dan sebagainya.
8. Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya atau tanggal diberlakukannya SPO tersebut.
9. Ditetapkan Direktur : diberi tanda tangan Direktur dan nama jelasnya.
b. Isi SPO :
1. Pengertian: berisi penjelasan dan atau definisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah pengertian.
2. Tujuan: berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik. Kata kunci : ” Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk...... ”
3. Kebijakan: berisi kebijakan Direktur/Pimpinan RS yang menjadi dasar dibuatnya SPO tsb. Dicantumkan kebijakan yang mendasari SPO tersebut, kemudian diikuti dengan peraturan/keputusan dari kebijakan terkait.
4. Prosedur: bagian ini merupakan bagian utama yang menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan proses kerja tertentu.
5. Unit terkait: berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses kerjatersebut.
4.6. TATA CARA PENGELOLAAN SPO
1. RS agar menetapkan siapa yang mengelola SPO
2. Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO RS
3. Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan, penomoran, distribusi, penarikan, penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO
4.7. TATA CARA PENYUSUNAN SPO
1. Hal-hal yang perlu diingat :
· Siapa yang yang harus menulis atau menyusun SPO.
· Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO.
· Bagaimana SPO dapat dikenali.
· Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dan unit terkait.
· Bagaimana pengendalian SPO nya (nomor, revisi dan distribusi).
2. Syarat penyusunan SPO :
· Identifikasi kebutuhan yakni mengidentifikasi apakah kegiatan yang dilakukan saat ini sudah ada SPO belum dan bila sudah ada agar diidentifikasi, apakah SPO masih efektik atau tidak.
· Perlu ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakukan pekerjaan tersebut atau oleh unit kerja tersebut, Tim atau panitia yang ditunjuk oleh Direktur/Pimpinan RS hanya untuk menganggapi dan mengkoreksi SPO tersebut. Hal tersebut sangatlah penting, karena komitmen terhadap pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan adanya keterlibatan pesonel/unit kerja dalam penyusunan SPO.
· SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim/Panitia diminta memberikan tanggapan.
· Didalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan dan mengapa.
· SPO jangan menggunakan kalimat majemuk. Subyek, predikat dan obyek harus jelas.
· SPO harus menggunakan kalimat perintah/instruksi dengan bahasa yang dikenalpemakai.
· SPO harus jelas ringkas dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien maka harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk SPO profesi harus mengacu kepada standar profesi, standar pelayanan, mengikuti perkembangan IPTEK dan memperhatikan aspek keselamatan pasien.
3. Proses penyusunan SPO
· SPO disusun dengan menggunakan format SPO sesuai dengan lampiran Surat Edaran Direktur Pelayanan Medik Spesialistik nomer YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 2001, perihal bentuk SPO.
· Penyusunan SPO dapat dikelola oleh suatu Tim/panitia dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Pelaksana atau unit kerja menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait.
2. SPO yang telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja disampaikan ke Tim/Panitia SPO.
3. Fungsi Tim/Panitia SPO :
à Memberikan tanggapan, mengkoreksi dan memperbaiki terhadap SPO yang telah disusun oleh pelaksana/unit kerja baik dari segi bahasa maupun penulisan.
à Sebagai koordinator dari SPO yang sudah dibuat oleh masing-masing unit kerja sehingga tidak terjadi duplikasi SPO/tumpang tindih SPO antar unit.
à Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan di tanda tanagni oleh Drektur RS
· Peyusunan SPO dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk SPO pelayanan dan SPO admnistrasi, untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO bisa dilakukan dengan menggambarkan proses
bisnis di unit kerja tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk SPO Profesi identifikasi kebutuhan dilakukan dengan mengetahui pola penyakit yang sering ditangani di unit kerja tersebut. Dari identifikasi kebutuhan SPO maka di suatu unit kerja dapat diketahui berapa banyak dan macam SPO yang harus dibuat/disusun. Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan memperhatikan elemen penilaian pada standar akreditasi rumah sakit, minimal SPO-SPO apa saja yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di elemen penilaian adalah SPO minimal yang harus ada di rumah sakit. Sedangkan identifikasi SPO dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit kerja adalah seluruh SPO secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut.
· Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai dengan membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah membuat diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting dari seluruh proses.
Contoh : diagram kotak untuk pembelian bahan yang digunakan di RS.
Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing- masing kotak dan dibuat alurnya.
· Semua SPO harus ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan RS.
· Untuk SPO pelayanan dan SPO administrasi, sebagian memerlukan uji coba
· Agar SPO adapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO-SPO tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka untuk melaksanakan SPO tersebut perlu dilakukan pelatihan.
4. Yang mempengaruhi keberhasilan penyusunan SPO
· Ada komitmen dari pimpinan RS yang terlihat dengan adanya dukungan fasilitas dan sumber daya lainnya
· Ada fasilitator/petugas yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menyusun SPO, jadi ada aspek pekerjaan dan aspek psikologis.
· Ada target waktu yaitu ada target dan jadwal yang disusun dan disepakati
· Adanya pemantauan dan pelaporan kemajuan penyusunan SPO
4.8 TATA CARA PENOMORAN SPO
1. Semua SPO harus diberi nomor
2. RS agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SPO.
3. Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan RS atau ketentuan penomoran yang khusus untuk SPO (bisa menggunakan garis miring atau dengan sistem digit). Pemberian nomor sebaiknya secara sentral.
4. Kode-kode yang dpergunakan untuk pemberian nomor :
§ Kode unit kerja : masing-masing unit kerja di RS mempunyai kode sendri-sendiri, kode bisa berbentuk angka bisa juga bebentuk huruf. Sebagai contoh Instalasi gawat darurat mempunyai kode 08 (bila kode berbentuk angka) atau huruf : g (bila kode berbentuk huruf)
§ Kode SPO : adalah didalam tata persuratan RS yang diberikan untuk SPO, kode bisa berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh : kode untuk SPO adalah 03 (bila kode berbentuk angka) atau c (bila kode berbentuk huruf)
§ Nomer urut SPO adalah urutan nomer SPO di dalam unit kerja.
§ Contoh penomoran SPO di Instalasi Gawat Darurat :
08.03.15 (artinya SPO dari Instalasi Gawat Darurat dengan nomer urut SPO = 15) atau g.c.15 (bila penomoran dengan huruf)
Contoh penomoran SPO lainnya :
§ SPO yang khusus untuk satu unit, misalnya IGD /IGD/bulan/tahun;
§ Satu SPO dipergunakan oleh 2 unit yang berbeda misalnya SPO rujukan pasien maka penomoran bisa sebagai berikut /IGD/Keperawatan/bulan/tahun
4.9 TATA CARA PENYIMPANAN SPO
1. Yang dimaksud penyimpanan adalah bagaimana SPO tersebut disimpan.
2. SPO asli agar disimpan di sekretariat Tim akreditasi RS atau Bagian sekretariat RS, sesuai dengan kebijakan yang berlaku di RS tersebut tentang tata cara pengarsipan dokumen. Penyimpanan SPO yang asli harus rapi, sesuai metode pengarsipan dokumen sehingga mudah dicari kembai bila diperlukan.
3. SPO foto copy ada di simpan di masing-masing unit kerja dimana SPO tersebut dipergunakan. Bila SPO tersebut sudah tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan lagi karena di revisi atau hal lainnya maka unit kerja wajib mengembalikan SPO yang sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim Akreditasi/Bagian sekretariat RS sehingga di unit kerja hanya ada SPO yang masih berlaku saja. Sekretariat Tim Akreditasi/Bagian sekretariat RS dapat memusnahkan foto copy SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO nya yang asli agar tetap disimpan, dengan lama penyimpanan sesuai ketentuan dalam pengarsipan dokumen di RS.
4. SPO di unit kerja harus harus diletakkan ditempat yang mudah dilihat, mudah diambil dan mudah dibaca oleh pelaksana.
5. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan e-file maka penyimpanan SPO sebagai berikut :
· Setiap SPO harus di print-out dan disimpan sebagai SPO asli .
· SPO di unit kerja tidak perlu hard copy, SPO bisa dilihat di intranet di rumah sakit. Namun untuk SPO penanganan gawat darurat tetap harus dibuatkan hard copynya.
4.10 TATA CARA PENDISTRIBUSIAN SPO
1. Yang dimaksud dengan distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan SPO kepada unit kerja dan atau pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh Tim Akreditasi RS atau Bagian sekretariat RS sesuai kebijakan RS dalam pengendaian dokumen.
2. Distribusi harus memakai buku ekspedisi dan atau formulir tanda terima
3. Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bisa juga untuk seluruh unit kerja. Hal tersebut tergantung jenis SPO tersebut, bila SPO tersebut merupakan acuan untuk melakukan kegiatan di semua unit kerja maka SPO ddistribusikan ke semua unit kerja. Namun bila SPO tersebut hanya untuk unit kerja tertentu maka distribusi SPO hanya untuk unit kerja tertentu tersebut dan unit terkait yang tertulis di SPO tersebut.
4. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa melalui intranet dan diatur kewenangan otorisasi di setiap unit kerja, sehingga unit kerja dapat mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO
4.11 TATA CARA EVALUASI
1. Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal 3 tahun sekali.
2. Evaluasi SPO dilakukan oleh masing-masing unit kerja yang dipimpin oleh kepala unit kerja.
3. Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu diperbaiki/direvisi. Perbaikan/revisi bisa isi SPO sebagaian atau seluruhnya.
4. Perbaikan/revisi perlu dilakukan bila :
· Alur di SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada
· Adanya perkembagan IPTEK
· Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru.
· Adanya perubahan fasilitas
5. Pergantian direktur/pimpinan RS, bila SPO memang masih sesuai/dipergunakan maka tidak perlu di revisi.
4.12 INSTRUKSI KERJA
Pada akreditasi RS tidak dikenal istilah instruksi kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum, baik pada Undang-undang 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran maupun Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit tentang penjelasan SPO. Pada akreditasi RS instruksi kerja adalah SPO karena instruksi kerja juga merupakan suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
BAB V PROGRAM
5.1. PENGERTIAN PROGRAM
Ada banyak pengertian tentang PROGRAM sebagai berikut :
a. Menurut Collins Cobuild English Language Dictionary PROGRAM adalah:
· Rencana berskala besar dan terperinci yang dibuat untuk suatu tujuan tertentu.
· Sebuah rencana kegiatan atau pekerjaan yang akan dilaksanakan, termasuk waktu kapan setiap kegiatan itu harus terjadi atau akan dilaksanakan.
b. Menurut Longman PROGRAM adalah :
Sebuah rencana yang baku tentang rangkaian kegiatan, daftar tugas dan lain sebagainya.
c. Menurut American Heritage Dictionary PROGRAM adalah :
Sebuah prosedur untuk menyelesaiakan masalah (problem solving), termasuk pengumpulan data, memprosesnya dan presentasi hasilnya.
d. Menurut Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English , program adalah :
Sebuah rencana tentang apa yang akan dikerjakan.
e. Buku Panduan Perencanaan Strategis dan pengukuran kinerja
yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi , yang dimaksud program adalah :
Penjabaran terperinci tentang strategi dan langkah-langkah yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga.
f. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa PROGRAM berisi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan yang disusun secara rinci yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga/unit kerja..
5.2 KETENTUAN PROGRAM DI DALAM STANDAR AKREDITASI RS
A. Tujuan program Umum :
Sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan unit kerja sehingga tujuan program dapat tercapai.
Khusus :
1. Adanya kejelasan langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan.
2. Adanya kejelasan siapa yang melaksanakan kegiatan dan bagaimana melaksanakan kegiatan tersebut sehingga tujuan dapat tercapai.
3. Adanya kejelasan sasaran, tujuan dan waktu pelaksanaan kegiatan.
B. SISTEMATIKA/FORMAT PROGRAM
Sistematika atau format program sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Latar belakang
3. Tujuan umum dan tujuan khusus
4. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
5. Cara melaksanakan legiatan
6. Sasaran
7. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
9. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Sistematika/format tersebut diatas adalah minimal, RS dapat menambah sesuai kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh penambahan : ditambah point untuk pembiayaan/anggaran.
C. PETUNJUK PENULISAN Pendahuluan
Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang bersifat umum yang masih terkait dengan program.
Latar belakang
Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau alasan mengapa program tersebut disusun. Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga alasan diperlukan program tersebut dapat lebih kuat.
Tujuan umum dan tujuan khusus
Tujuan disini adalah merupakan tujuan program. Tujuan umum adalah tujuan secara garis besarnya, sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci.
Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan sehingga tercapainya program tersebut. Karena itu antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan.
Cara melaksanakan kegiatan
Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan. Metode tersebut bisa antara
bisa dengan membentuk ti, melakukan rapat, melakukan audit, dan lain-lain.
Sasaran
Sasaran program adalah target per tahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan program
Sasaran program menunjukkan hasil antara yang diperlukan untuk merealisir tujuan tertentu. Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sasaran yang baik memenuhi “SMART” yaitu :
1. Specific : sasaran harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, bukan cara pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah dan tolok ukur yang jelas sehingga dapat dijadikan landasan untuk penyusunan strategi dan kegiatan yang spesifikpula.
2. Measurable : sasaran harus terukur dan dapat dipergunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya. Akuntabilitas harus ditanamkan kedalam proses perencanaan. Oleh karenanya metodologi untuk mengukur pencapaian sasaran (keberhasilan program) harus ditetapkan sebelum kegiatan yang terkait dengan sasaran tersebut dilaksanakan.
3. Aggressive but Attainable : Apabila sasaran harus dijadikan standard keberhasilan, maka sasaran harus menantang, namun tidak boleh mengandung target yang tidak layak. Umpamanya kita bisa menetapkan sebagai suatu sasaran “ pengurangan kematian misalnya di IGD hanya sampai ketingkat tertentu” namun “meniadakan kematian” merupakan hal yang tidak dapat dipastikan kelayakannya.
4. Result oriented : sedapat mungkin sasaran harus menspesifikasikan hasil yang ingin dicapai. Misalnya : mengurangi komplain pasien sebesar 50 %
5. Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek, mulai dari beberapa minggu sampai ke beberapa bulan, sebaiknya kurang dari 1 tahun. Kalau ada program 5 (lima)
tahun dibuat sasaran antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola dan dapat lebih serasi dengan proses anggaran apabila dibuatnya sesuai dengan batas-batas tahun anggaran di rumah sakit.
Seni didalam penentuan sasaran adalah menimbulkan tantangan yang dapat dicapai. Sasaran yang terbaik adalah sasaran yang dapat mendorong peningkatan kapasitas rumah sakit, namun dalam batas-batas kelayakan. Sasaran yang baik itu tidak hanya akan meningkatkan program dan jasa pelayanan yang dihasilkan, namun juga menumbuhkan kebanggaan Dan rasa percaya diri pada para pelaksanya. Sebaliknya penerapan target kinerja yang tidak mungkin dicapai akan melemahkan motivasi, membunuh inisiatif dan menghambat daya inovasi para karyawan.
Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
Skedul atau jadwal adalah merupakan perencanaan waktu melaksanakan langkah-langkah kegiatan program. Lama waktu tergantung rencana program tersebut dilaksanakan. Untuk program tahunan maka jadwal yang dibuat adalah jadwal untuk 1 tahun, sedangkan untuk program 5 tahun maka jadwal yang harus dibuat adalah jadwal 5 tahun. Skedul (jadwal) dapat dibuat time tabel sebagai berikut :
No | KEGIATAN | BULAN | |||||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | ||
1. | Pembentukan Tim | x | | | | | | | | | | | |
2. | Rapat Tim | X | x | X | X | X | X | X | X | X | X | X | X |
3. | Dst | | | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | | | |
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporannya
Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari skedul (jadwal ) kegiatan. Skedul (jadwal) tersebut akan dievaluasi setiap berapa bulan sekali (kurun waktu tertentu), sehingga bila dari evaluasi diketahui ada pergeseran jadwal atau penyimpangan jadwal maka dapat segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu program secara keseluruhan. Karena itu, yang ditulis dalam kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun waktu berapa lama) evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang melakukan.
Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Dan kapan laporan tersebut harus dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam kerangka acuan adalah cara atau bagaimana membuat laporan evaluasi dan kapan laporan tersebut harus dibuat dan ditujukan kepada siapa. .
Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Pencatatan adalah catatan kegiatan, karena itu yang ditulis di dalam kerangka acuan adalah bagaimana melakukan pencatatan kegiatan atau membuat dokumentasi kegiatan
Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan program dan kurun waktu (kapan) laporan harus diserahkan sera kepada siapa saja laporan tersebut harus ditujukan.
Evaluasi kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan program secara menyeluruh. Jadi yang ditulis di dalam krangka acuan bagaimana melakukan evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.
BAB VI PENUTUP
Pada prinsipnya dokumen akreditasi adalah TULIS YANG DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS DAN BISA DIBUKTIKAN, namun pada
penerapannya tidaklah semudah itu. Penyusunan kebijakan, pedoman/panduan, standar prosedur operasional dan program selain diperlukan komitmen Direktur/Pimpinan RS juga perlu staf yang mampu dan mau menyusun dokumen akreditasi tersebut. Dengan tersusunnya Buku Panduan Penyusunan dokumen Akreditasi, diharapkan dapat membantu RS dalam menyusun dokumen-dokumen yang terkait dengan akreditasi RS.
↑ Get Your Link ↑